Monday, November 3, 2014

Pak Beni (Cerpen)



Pak Beni
          Pagi yang cerah, kehangatan sang mentari yang terbit dari ufuk timur, dengan hembusan angin lembut menerpa dedaunan penuh embun. Merdunya kicauan burung-burung di ranting-ranting pohon, penuh kegembiraan.
          Di sebrang jalan Ardi yang telah lari pagi menyapa Pak Beni yang sedang duduk di depan teras depan rumahnya.
          “Assalamu’alaikum Pak Ben.”
          “Wa’alaikumsalam warohmatulloh wabarokatu de Ardi.” dengan melambaikan tagannya “Sini mampir de Ardi.”
          “Iya Pak.”
          Ardi pun mampir ke rumah Pak Beni, dan duduk bersama.
          “ Tika buatin teh satu lagi buat de Ardi.”
          “Ya yah.”
          Tak lama kemudian Tika mengantarkan teh hangat untuk Ardi. Mereka bertiga duduk bersama, sambil ngobrol ini-itu. Kemudian Pak Beni bertanya kepada Ardi.
          “De Ardi pernah melihat preman gak?”
          Dengan senyum manisnya Ardi menjawab.
          “Pernah lah Pak, tapi di film-film.”
          Pak Beni dan putrinya Tika tertawa. Tika menyahutntnya.
          “Ardi lah ada-ada aja,”
          “Ini Pak Beni mau cerita kepada kalian tentang masa muda Bapak.”
          Kemudian Pak Beni pun mulai becerita tentang hidup pada masa mudanya  yang telah menjadi pengalaman hidup yang selalu teringat dalam otaknya.
          “Ketika Bapak serumur kalian, di SMA Bapak adalah anak yang paling nakal di kelas, bahkan paling ditakuti di sekolahan. Setiap hari meminta uang kepada teman, kalau tidak di beri maka akan di hajar.”
          Ardi menyahut.
          “Wow, terus gimana?”
          “Pernah tidak ada yang memberinya,” lanjut Pak Beni “bapak hajar dia bersama sahabat bapak, tapi sekarang dia telah pergi kemana bapak nggak tahu.”
          Ardi penasaran kepada teman Pak Beni, dan bertanya.
          “Sahabat bapak ketika sekolah namanya siapa?”
          “Ya dia sahabat bapak dari SMP, namanya Yanto.” sambil memandang Ardi “Setelah tamat SMA bepak dan Yanto menjadi preman di pasar. Ya seperti di film-film itu, tugas bapak menjaga pasar dari preman lain, dan bapak meminta uang kepada mereka setiap satu minggu sekali. Bapak sering berantem dengan preman manapun, bahkan pernah di kejar-kejar polisi karena membunuh preman yang berantem dengan bapak, dan bapak lolos dari kejaran polisi. Namun sayang teman bapak si Yanto tertangkap.”
          Ardi semakin penasaran terhadap pengalaman Pak Beni, dan menanyakan tentang teman Pak Beni.
          “Terus gimana Pak Ben ketika Si Yanto tertangkap?”
          Tika menyahut pertanyaan Ardi sambil tertawa
          “Terus bersambung.”
          “Sedih sekali, karena dialah teman yang selalu dengan bapak. Saat itu bapak bingung, namun ada teman bapak yang mengibur, dia juga preman pasar bersama bapak.”
          Pak Beni minum, dan menyuruh Ardi tehnya juga di minum dulu. Kemudian pak Beni meneruskan ceritanya.
          “Tapi dengan berlalunya waktu, bapak sudah tidak sedih lagi. Pada saat itu bapak menguasai lima pasar di Jakarta. Satu tahun berlalu, Alhamdulillah pintu hati bapak terbuka untuk menrima  hidayah dari Allah Swt. Ketika bapak mendatangi masjid dekat pasar bapak mau mencuri sandal. Namun tak bapak sangka, sandal yang di curi adalah sandal milik perempuan yang sangat cantik dan solehah, dia adalah ibu kamu,” sambil memandang anaknya. ” Tika.”
          Tika tersenyum mendengarnya
          “Wah so sweet, sungguh aku beruntung memiliki ibu yang cantik nan solehah, yang merubah ayahku menjadi orang yang baik, dan bertobat kepada-Nya sehingga menjadi orang yang bertanggung jawab seperti sekarang ini.”
          Ardi menyahutnya dengan pura-pura batuk.
          “Biasa aja lah Tik.”
          Pak Beni meneruskan ceritanya kembali.
          “Bapak pun langsung kenalan, namun dia malah tidak mau. Tapi bapak tidak pernah menyerah,hingga setahun ia baru mau berkenalan, dia menyuruh bapak agar bertaubat dan menjadi orang baik selamanya, bapak pun menurutinya. Pada saat itulah bapak meneteskan air mata, teringat dosa-dosa bapak yang sangat benyak, dan berjanji jangan sampai mengulanginya kembali perbuatan itu. Setengah tahun kemudian bapak melamarnya dan Alhamdulillah di terima, dan hingga sekarang masih tetap bersama” dengan senyum indahnya, Pak Beni meneruskannya “Itulah pengalaman bapak ketika masa muda.”
          Ardi kagum kepada perjalanan masa muda pak Beni.
          “Subhanalloh, sungguh luar biasa.”
          “De Ardi bapak ingat firman Allah : “Dan sesungguhnya Allah akan memberi petunjuk kepada siapa yang di kehendaki-Nya.” Bapak sangat bersyukur sekali bisa meninggalkan perbuatan buruk itu.”
          “Iya betul tu pak Ben.”
          “Jadi untuk de Ardi jangan sampai masa mudanya jangan di sia-siakan. Teruslah raih impian kamu. Oke.”
          Dengan senyum Ardi membalasnya.
          “Iya pak Ben, Insya Alloh.”
          Tika menyindir Ardi dengan lembut.
          “Iya tu Ar, jangan main terus.”
          Mentari pun semakin tinggi, angin mulai datang dan mengoyangkan dedaunan dengan lembutnya, embun di daunan mulai kering. Udara yang sejuk berubah menjadi lebih panas. Ardi pun berpamitan dengan pak Beni.
          “Pak Beni saya pulang dulu ya.”
          “Oh ya de Ardi, hati-hati di jalan, jangan lupa mampir kesini lagi.”
          “Oke pak Ben. Assalamu’alaikum.”
          “Wa’alaikum salam.”