Bak Ulat
“Sedang apa Nak , kok sendirian?” kata suara datang
tiba-tiba.
“Oh, Mbah.” jawabnya dengan gugup. “Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam.” Pak Tua tersenyum melihat Si Pemuda.
“Menggagnggu ya Nak?”
“Tidak, tidak, malah senang kok.”
“Begitu tenang suasana di sini,” puji Pak Tua. “kamu begitu
telaten merawat pekarangan ini. Pemuda memang harusnya begitu, rajin, selalu
jaga kebersihan, telaten, dan dapat mengubah yang biasa-biasa menjadi luar
biasa.”
Si Pemuda menggaruk-garuk
kepala. Di lihat perkarangan rumahnya memang kecil, sekitar sepuluh meteran
kali tiga meter. Namun indah, sejuk di pandang, dan menentramkan. Begitu
telatenya Si Pemuda merawatnya. “Apa harus Mbah?”
“Bukan Cuma harus Nak, tapi suangat harus.” canda Pak Tua.
Kehangatan obrolan mereka
berlanjut. Ngalor ngidul pokoknya.
Senandung gemercik air
mengalun indah. Sepoi-sepoi angin berhembus lembut. Dedunan melambai-lambai
dari tangkai-tangkai pohon.
“Kau lihat itu Nak?” Pak Tua mengarahkan jari telunjuknya
keseekor ulat di ranting pohon yang rendah.
Si Pemuda mengangguk. “Memiliki makna yang sangat dalam
dari padanya ya Mbah.” kata Si Pemuda lembut.
Pak Tua senyum, mungkin sama dengan apa yang dipikirkan.
Suasana hening cukup lama. Ya mereka sedang menghayti makna dari seekor ulat
itu.
“Begitulah seharusnya Nak.”
Si Pemuda tersenyum, “Harus kuat mental.”
“Kekuatan mental kan harus di bangun. Tak datang tiba-tiba
Nak,” kata Pak Tua dengan tenang. “Betapa indahnya ulat itu ya Nak, esok.”
“Ya esok. Namun untuk saat ini penuh cobaan,” Si Pemuda
mengerutkan keningnya. “banyak yang menghina dan mencaci, baik dari bentuk
rupanya, berjalannya, dan di lihat pun menjijikan serta menggelikan.”
“Ya begitulah Nak. Mulailah dari sekarang, mumpung masih
muda. Walau penghinaan, cacian atau apapun lah datang kepadamu, kau jangan
menciut nyalinya. Malah pada hakikatnya itu pembangunan mental, dan mental tu
sangat penting. Inilah yang di miliki para pemenang. Bahkan Nabi kita begitu,
dengannya akan tumbuh optimisme, ketawadu kan.
“Pemuda tu jangan takut dengan cacian, salah, atau
sejenisnya. Pemuda tu harus berani. Salah dalam belajar kan nda apa-apa, wajar.
Dan ingat Nak, seorang pemuda jangan menjadikan ‘sibuk’ sebagai alasan. Carilah
alasan yang jelas dan tegas. Ingat kisah Nabi Ibrahim di Al qur’an?”
“Ya, beliau pemuda
revolusioner.” kata Si Pemuda.
“Benar. Saat itu beliau
di utus masih muda. Ya pemuda. Dan tahukah kamu Nak, apa isi kandungan dari
kisah beliau, ternyata pemuda tu akal harus digunakan, ini yang pertama,
berpikirlah kritis, perbanyaklah mengambil hasanah ilmu di sekitar, bukankah
ini yang dilakukan nabi Ibrahim pertama kali. Karenanya jadi pemuda tu jangan
seneng leha-leha.
“Sayyidina Ali berkata
‘Akal yang selalu di isi akan menang’, jadilah pemuda yang haus akan ilmu, dan
buah ilmu adalah amal. Indahkan islam.”
“Baiklah Mbah, bantu aku agar tetap semangat.” Si Pemuda
terkekeh.
“Dan satu lagi Nak,” Pak Tua menatap sungguh-sungguh pada
Si Pemuda.
“Ya, apa Mbah.” Si Pemuda pun membalas tatapannya.
Mengisaratkan sesuatu yang sangat penting.
“Jadi Pemuda jangan takut sendirian. Bertindaklah jika itu
benar.”
Si Pemuda menganggukan kepala. Begitu mengesan perkatan Pak
Tua, bagi Si Pemuda bak air yang menyegarkan tenggorokan di kala dahaga.
“Mari, hampir asar Nak.” Pak Tua berdiri. Kemudian di ikuti
Si Pemuda.
Alhamdulillah, kataSi Pemuda dalam hati. Maha
Suci Engkau, dan ampunilah kami, sungguh kami tak luput dari kesalahan. Karena
Engkaulah Yang Maha Haq.