Penuhi Panggilan Sang Majikan
“Assalamu’alaikum.”
sapa si Pemuda kepada pak tua.
”Wa’alaikum salam Nak.” sambuut Pak
Tua penuh ramah.
Hari kian gelap. Waktu menunjukan
akan tiba shalat mghrib. Terlihat mega merah menghiasi langit dunia, yang
menambah indah nan menakjubkan. Pemuda itu sengaja menghampiri seorang yang ia
sayangi. Ia ingin berangkat ke masjid bersamanya.
“Ada apa to?” kata Pak tua sambil
berjalan mendekati Si Pemuda yang berada di depan rumahnya. “Silakan duduk
sini.”
“Baik. Ngomong-ngomong mengganggu
nda Mbah?” kata si Pemuda dengan senyum mengembang dibibirnya.
Allohu akbar Allohu akbar… terdengar
suara adzan berkumandang.
“Sudah adzan Mbah. Maksud saya
datang kesini ingin berangkat bersama.”
“O… begitu to,” Pak Tua itu kemudian
masuk. Tak berapa lama Pak Tua keluar dengan dandanan baju gamis. Begitu
terlihat wibawa dalam pandangan Si Pemuda . “Mari berangkat.”
Mereka berduapun berjalan beriringan
dengan Si Pemuda agak di belakang satu
langkah. Belum ada pembicaraan antara
mereka berdua. Jarak masjid dari rumah
Pak tua itu lumayan jauh, sekitar seratus meter. Masyarakat yang hendak
kemasjid mereka sapa dengan ramah tamah.
“Nak…” panggil Pak Tua pada Si
Pemuda.
“Dalem Mbah.” sahutnya.
“Nak…” panggil Pak Tua pada Si
Pemuda lagi.
“Dalem Mbah.” Sahut Si Pemuda sambil
berjalan mensejajarkan jalannya kepada Pak Tua.
“Nak…” panggil Pak Tua pada Si
Pemuda lagi.
“Dalem Mbah.” sahutnya lagi.
“Tahukah kamu apa yang di lakukan
seorang budak ketika di panggil oleh sang majikan?” kata Pak Tua sambil menatap
Si Pemuda.
“Si budak itu akan menghampiri untuk
memenuhi panggilan si majikan.” jawab Si Pemuda penuh kemantapan.
“Kalau si budak tak menghampiri, apa
yang terjadi?” tanya Pak Tua.
“Mungkin sang majikan akan bersabar,
kemudian menghampiri untuk diperingatkan agar tak mengulanginya kembali.” jawabnya lagi.
“Jawaban yang bagus.” kata Pak Tua
dengan senyum memandang si pemuda. “Padahal peringatan sudah diberikan, lebih
lagi si budak itu telah di beri tempat tinggal, makan, pakaian, dan fasilitas
hidup lainnya oleh si majikan. Namun si budak masih tetap seperti itu, lalu
apa yang dirasakan oleh majikan, dan
bisa saja perlakuan apakah yang akan di beri oleh si majikan pada si budak. Dan
kau tahu Nak, budak tu tak memiliki hak apapun bahkan perlindungan dari
selainnya saja.
“Celakalah budak itu.” jawab Si
Pemuda. “Si budak akan mendapan murka majikan, dan bahkan fasilitas untuk
memenuhi kehidupannya tak akan diberinya lagi. Malanglah ia, mungkin cepat atau
lambat matilah yang mengakhirinya.”
Pak Tua terkekeh mendengar jawaban
Si Pemuda. Si Pemuda pun ikut terkekeh,
namun suaranya ia sembunyikan. Akhirnya sampailah mereka berdua di masjid.
Dalam hati Si Pemuda bertanya-tanya apakah maksud semuanya. Pasti ada
sesuatu prihal pertanyaan yang tadi beliau utarakan padaku.
***
Usai shalat Isya mereka berdua pun
berjalan bersama. Si Pemuda ingin menemani pulang Pak Tua, sebenarnya Pak Tua
pun berani untuk pulang sendiri. Karena ada maksud tersembunyilah Si Pemuda
ingin menemani Pak Tua pulang. Dalam perjalanan mereka berdua saling diam.
Sesekali mereka menyapa pada orang yang hendak pulang dari mesjid saat
berpapasan atau ngobrol saat ada orang yang se-arah dengan mereka berdua.
Rumah Pak Tualah yang paling jauh
dari masjid. Namun Pak Tua tak pernah absen kecuali keadaan tak bersahabat.
Saat keadaan mulai sepi, hanya mereka berdua, Si Pemuda mulai ingin
mengutarakan niatnya.
“Mbah.” Si Pemuda mulai mebuka
pembicaraan .
“Hemm…”
“Saya ingin tahu makna antara si
majikan dan si budak yang telah kita bicarakan saat hendak kemasjid.”
“Oh…
tentang itu, kirain kamu dah tahu maknannya.” Pakt Tua senyum pada Si
Pemuda itu.
Tiga langkah suasana hening.
“Begini,” kata Pak Tua mulai
menjelaskan. “sang majikan itu adalah Gusti Allah, dan si budak itu adalah
kita, para manusia.”
Si pemuda menganggukan kepala, mulai
paham tentang perumpamaan Pak Tua.
“Bedanya kalo kita tak bisa menebak
perlakuan Gusti Allah terhadap apa yang
akan ditimpakan pada manusia seperti itu. Boleh jadi murka, atau ampunan berupa
hidayah atau apapun, wong Gusti Allah berhak melakukan apapun.
“Beda dengan manusia. Pasti
jawabanya satu. Marah.” Pak Tua terkekeh. “Coba kalau Gusti Allah sudah marah,
daya apakah kita? Kita tak bisa apa-apa. Untuk mengangkat satu kaki tak bisa
apalagi selangkah maju, pun tak bisa. Malah Gusti Allah menawarkan suruh
mencari atau berlindung dengan tuhan yang lain. Tapi ya ndak mungkin
ada, lah wong cuma satu tuhan
sejagat raya ini.”
Si Pemuda manggut-manggut. Puas atas
jawaban Pak Tua itu. Tak terasa meraka sampai di rumah Pak Tua. Mereka pun
bersalaman.
“Terima kasih Mbah atas ilmunya.
Keberkahan selalu tercurakan.” kata si pemuda. “Pulang dulu saya,
Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumus salam.” jawab Pak Tua.
“Ingat Nak, selalu usahakan untuk penuhi panggilan majikanmu, jika kamu ingin
dikasihi.”
Akhirnya Si Pemuda mulai meniggalkan
rumah Pak Tua itu. Alhamdulillah, kata dalam hatinya.
No comments:
Post a Comment