Gejolak Indonesia Australia
Penyadapan
Indonesia-Australia ramai diperbincangkan media-media masa Indonesia. Baik elektronik
maupun surat kabar. Dugaan
penyadapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para pejabat penting oleh
pemerintah Australia ditanggapi oleh Indonesia dengan pemanggilan duta besarnya
di Canberra. Gejolak
dengan negeri tetangga memang sering dialami Indonesia. Malaysia salah satunya.
Pada Agustus tahun 2009 pun Australia pernah
melakukan penyadapan. Dugaan
penyadapan itu dilaporkan oleh media Australia ABC dan harian Inggris Guardian
dengan sasaran Presiden Yudhoyono dan beberapa menteri pada Agustus 2009.
Untuk
kasus penyadapan Australia kali ini ada yang mengatakan kehawatiran Indonesia
akan berpaling darinya, dan bergabung dengan cina. Seperti yang diuraikan dlam
media masa yang bersumber dari Direktur Kajian Politik Center for Indonesian
National Policy Studies, Guspiabri Sumowigeno, menilai latar belakang Australia
menyadap komunikasi sejumlah petinggi Indonesia karena kekhawatiran mereka
bahwa Indonesia akan "berpaling" kepada China.
· Kebijakan tentang
kasus Penyadapan Australia
Sikap soal Australia
disebut-sebut sebagai langkah terkeras pemerintah Indonesia selama ini. Pemerintah
Indonesia akan menghentikan sementara setidaknya tiga kebijakan dengan
Australia karena negara itu tak kunjung memberi penjelasan terkait tudingan
penyadapan yang dilakukan pada sejumlah pejabat pentingnya beberapa tahun lalu.
Presiden Susilo bambang
Yudhoyono dalam sebuah pernyataan di Istana Negara Rabu (20/11) siang
menyatakan"masih tetap menunggu" penjelasan Australia terkait
peristiwa ini, tetapi sementara menunggu respon dari negara kanguru itu,
pemerintah merasa perlu Klik mengkaji ulang sejumlah kebijakan.
Berita
terkait
- Tanggapan dugaan penyadapan telepon SBY
- Indonesia 'perlu keras' kepada Australia
- Indonesia kaji ulang kerja sama Australia
Tetapi Indonesia menurut
Yudhoyono juga akan menghentikan sementara sejumlah kerja sama yang selama ini
dilakukan bersama Australia.
"Saya minta
dihentikan dulu kerja sama yang disebut pertukaran informasi dan pertukaran
intelijen di antara kedua negara," kata Presiden SBY, di depan wartawan
dengan didampingi pejabat penting bidang luar negeri dan politik keamanan.
"Saya juga minta
dihentikan dulu latihan latihan bersama antara tentara Indonesia-Australia,
baik Angkatan Darat, Laut dan Udara, maupun yang sifatnya gabungan,"
tambah presiden seperti dilaporkan wartawan BBC di Istana Negara, Andreas
Nugroho.
Kerja sama paling
penting terkait hubungan dua negara saat ini menyangkut tindak lanjut terhadap
pencari suaka ilegal, tak luput dari sasaran pemerintahan Yudhoyono.
"Saudara tahu menghadapi problem people
smuggling yang merepotkan Indonesia dan Australia, kita punya kerja sama
militer. Ini saya minta dihentikan dulu sampai semuanya jelas."
· Dukungan Rusia
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari
Fraksi Partai Golkar Meutya Viada Hafid menilai penolakan perutusan diplomatik
bagi Dubes Australia (person non-grata) sangat mungkin dilakukan. Dubes
Australia untuk Indonesia bisa diusir dengan sangkaan melanggar Pasal 9
Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik.
Meutya menjelaskan, persona non-grata diberikan
kepada wakil diplomatik jika melakukan tiga hal. Pertama, wakil diplomatik
melakukan kegiatan yang subversif dan merugikan kepentingan nasional. Kedua,
kegiatan yang dilakukan oleh wakil diplomatik melanggar hukum atau perundang-undangan
negara penerima. Ketiga, melakukan kegiatan yang digolongkan sebagai kegiatan
mata-mata atau spionase yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara
penerima.
"Alasan persona non-grata bagi Dubes
Australia juga disebabkan oleh faktor sikap Australia dan pernyataan PM Tony
Abbott. Abbott tidak menunjukkan sikap seorang pemimpin negara yang bersahabat
dengan Indonesia," ujar Meutya di Jakarta, Kamis (21/11/2013).
Mantan jurnalis tersebut itu menilai sikap yang
ditunjukkan Abbott tidak simpatik dengan menolak minta maaf kepada Indonesia.
Selain itu, Abbott juga belum menjelaskan mengenai kegiatan penyadapan di
Indonesia.
"Jika Australia menganggap Indonesia
sebagai mitra, sudah seharusnya Perdana Menteri Australia menjelaskan hal
tersebut,” ujarnya.
Menurut Meutya, persona non-grata pernah
diberikan hampir tiga dekade lalu kepada asisten atase pertahanan Uni Soviet.
Ia menceritakan, pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia memberikan persona
non-grata bagi Asisten Atase Pertahanan Uni Soviet untuk Indonesia