Tuesday, September 9, 2014

Ketahuan (Intermezo)


Ketahuan


Bismillahirrahmaanirrahiim
Pengalaman hidup memang sangat menarik, pengalaman mengingatkan kepada sesuatu yang pernah kita alami dahulu, dan dapat diceritakan kepada siapapun dengan kehendak kita.
***
Aku berangkat sekolah dengan penuh semangat, bahwa nanti akan bisa mengerjakan soal sosiologi. Saat itu sedang ada mid smester disekolahku. Sesampainya di sekolah, ada seorang teman yang memanggilku, dia adalah sahabatku.
“Mafud”. Aku tengak-tengok kebingungan, siapa y, kata dalam hatiku.
Tidak lama kemudian dia menampakan dirinya
“Door..r,..r...!”
Dengan suara keras yang menusuk telinga kananku.
“Gak kaget lah.”
Dia kemudian menanyakan sesuatu yang membuatku bingung.
“Gimana Fud?”
“Apanya Zi?”
“Biasa lah, catatanmu”.
“Oh kirain apa, udah dong, lah kamu si?”
“Sudah beres juga dong.”
Tak lama kemudian setelah berbincang-bincang bel berbunyi, tanda sudah masuk.
Tettt..tt.. tett..tt.. tett..tt…
Suara ringan yang keluar dari sebuah alat yang terpasang di tembok dekat tiang.
Kami pun masuk berbondong-bondong dengan tertib dan siap untuk mengikuti ulangan mid semester, walau terlihat masih ada beberapa anak yang masih sibuk belajar. Kelasku duduk bersama dengan kelas XII, tepatnya di ruang 3. Posisi duduku dibarisan paling utara nomor 3 dari depan. Aku duduk dengan kaka kelas perempuan. Temanku yang di belakang dan di depan tempat duduku lumayan cukup pintar. Di jam pertama ini Bu Asih giliran menjaga ruanganku ini untuk mengawasi anak- anak. Dengan wajah tegasnya dibarengi senyum imutnya Bu Asih mengucapkan salam,
“Assalamu’alaikum..”
Dengan serentak kami menjawab salamnya. “Wa’alaikum salam.”
“Sebeum dimulai, mari kita berdo’a dahulu”. kata Bu Asih menyuruh kita berdo’a.
Ketua kaka kelas pun menyiapkan dengan tegasnya. Setelah selesai berdoa kami siap menerima soalnya.
“Jangan menyotek, kerjakan dengan jujur, jangan tengak tengok nanti kepalanya sakit”. canda Bu Asih sambil membagi kertas yang berisikan soal-soalnya.
“iya Bu!” jawab kami serentak.
Kami pun membalas dengan senyuman. Ada seorang dari kaka kelas menyahut
“Oh ya, oke lah bu, tidak boleh nyontek, kalau nurun berarti boleh dong.” semua pun tertawa atas balasan ucapan kaka kelas itu.
Setelah soal selesai diberikan kami siap mengerjakan, dan tak terkecuali aku. Bu Asih berjalan ke setiap meja menanda tangani kartu peserta ujian mid smester. Setelah selesai menulis nama dan kelas, aku mulai beraksi.
Dengan suara lirih aku memanggil Ozi, temankuZi nomor 4”.
Ozi pun membalasnya “belum, baru nulis nama”.
Tiba-tiba Bu Asih memperingatkan. “Sssttttt..tt., kerjakan sendiri!”
Sambil menuggu Bu Asih duduk dan tidak memerhatikan muridnya, aku mengerjakamn yang mudah dahulu. Setelah semua tenang, dan Bu Asih duduk sambil  berbincang-bincang dengan pengawas yang satunya aku mulai melancarkan aksi yang menurutku amat jitu. Contekan yang aku letakan di kaos kaki siap ku rogoh. Dengan berlahan tangan satuku menyeliap. Tiba-tiba terdengar suara yang datang ke telingaku “kletak-kletuk”. Aku tak menghiraukannya. Padahal itu suara sepatu Bu Asih yang sedang mendekat. Saat itu wajahku sedang tertunduk ke bawah, sehingga tidak melihatnya. Dengan berlahan aku mengambil contekanku tanpa melihat situasi dan kondisi.
“Hayo, lagi ngapain itu Mahfud?”
Aku kaget, tidak bisa berkutik saat itu. Tiba-tiba Bu Asih memerintahkan untuk menunjukan kepadanya. “Cepat keluarkan!”
Aku menjawabnya. “Bukan apa-apa Bu, cuma gatal”.
Bu Asih tidak percaya, dan terus mendesak aku agar mengeluarkannya. Dengan nada agak menghentak mengatakan. “CEPAT!”
Dengan terpaksa aku mengeluarkannya. Semua pandanga teman-teman tertuju padaku semua, aku amat malu. Kemudian Bu Asih berkata. “Dah lanjutkan kerjakan, jangan nyontek!”
Aku sangat bingung untuk mengerjakanya, apalagi mapelnya sosialogi yang cukup banyak jawabannya juga pengertiannya dan lain-lain, akhirnya kukerjakan sendiri semua soal itu, kira-kira 60 menit waktu yang kupakai dari 120 menit yang disediakan, kemudian aku langsung keluar dan menuju kantin, tak lama kemudian ada temanku ikut keluar.
Setelah di kantin temanku sambil tertawa mengatakan. “Lagi-lagi hati-hati mau nyontek, lihat-lihat dulu.”
Aku termenung, mengingat kejadian tadi, dan menjawab pernyataan temanku itu. “Ya lah, gampang.”

***

Saturday, August 30, 2014

Puisi



Jauh di angkasa
Bertabur bahagia dengan para bintang
Cahyamu terang
Menandakan kebahagiaan
Yang  memecah keheningan malam
Sepucuk kata dari sang pena untukmu
Salam sejahtera wahai sang Rembulan


Thursday, July 31, 2014

Nasehat Sang Guru (Cerpen)


                   Nasehat sang Guru
          “Lam kemarin pagi kemana?” tanya Bu Yanti pada anaknya.
          “Sekolah bu.” jawabnya singkat.
          “Jangan bohong pada ibu.” katanya kembali.
          “B, , be, , , bene, , ran.” Salam tergagap.
          “Lagi-lagi jangan diulangi ya,” kata Bu Yanti dengan tenang. “ibu dah tau kok.”
Tak lama Bu Yanti meninggalkan Salam dengan membawa rinjing1. Ia akan berjualan tempe keliling desa seperti bisa. Ia sekarang menjadi tulang punggung keluarganya. Salam masih tertunduk malu. Dia telah membohongi sang Ibu.
“Maafkan Salam tadi telah membohongi ibu. Aku tak ingin mengulangi lagi. Kasihannya ibu. Sekali lagi maafkan Salam Bu. Begitu durhakanya aku.” Katanya dalam hati, menyesali dirinya sendiri.
Bu Yanti memang orangnya lembut, ia tak pernah memarahi anak-anaknya apabila melakukan kesalahan. Dengan kelembutan sifat inilah kedekatan dengan sang anak begitu indah dan juga sang anak mungkin terasa lebih mudah menerima apa yang disampaikan oleh ibunya. Yang diharapkan Bu Yanti dengan mengajarkan kelembutan pada anak-anaknya agar kelak anak-anaknya pun memiliki sifat lembut dan penuh kasih terhadap sesama.
Salam adalah anak keduanya. Sang kakak, Wahid. Sedang kuliah sambil bekerja di luar kota. Wahid kuliah membiayai sendiri dari hasil bekerjanya. Sang suami telah meninggal dunia lima tahun lalu.
                                                     ***
          Udara begitu segar, sang mentari masih malu-malu menampakan dirinya. Kokok ayam memeriahkan suasana pagi.
 Jadwal Salam di hari Minggu ini adalah bersih-bersih rumah dan membantu ibu membuat tempe. Sesekali ia kekebun untuk melihat pohon Mahoni yang ditanamnya sendiri. Ketika ia sedang menyapu  lantai di balai2 rumanhya, terdengar suara yang membuatnya agak kaget.
 “Rajinnya cucuku.” kata suara itu. “pagi-pagi udah nyapu.”
Salam memalingkan wajahnya ke sumber suara itu.
“Oh Mbah Bejo rupanya.”  berkata Salam penuh hormat. “ Buat kaget aja mbah Bejo.”
Ya, Mbah Bejo namanya. Beliau adalah tetangga dan juga guru ngaji Salam. Beliau memang sesepuh3 di desanya. Walau sepuh, namun ilmu pengetahuannya amat luas. Sehingga beliau selalu menjadi rujukan masyarakat  apabila ada masalah-masalah. Beliaupun begitu dihormati. Walau demikian, beliau masih tetap rendah hati. Beliau tinggal bersama isterinya. Kedua putranya sudah menjadi uztad, dan mengajar di pondok, di luar kota. Mereka pulang 6 bulan sekali.
“Memang harus begitu, selagi masih anak-anak harus rajin. Agar kelak rajinnya bertambah terus. Hehe” kata mbah Bejo sambil tertawa. “Nanti siang mampir ya Lam. Mbah tunggu di balai rumah mbah.”
“Oke mbah.” kata Salam sambil mengacungkan ibu jarinya.
                        ***
“Bu Salam mau kerumah Mbah Bejo. Tadi pagi beliau menyuruh untuk mampir.” kata salam
“Ya, hati-hati.” singkat Bu Yanti.
Salam keluar rumah, terlihat Mbah Bejo sudah duduk di risbannya4 sambil ditemani secangkir kopi. Seperti sahabat aja mereka, Salam membatin sambil melangkahkan kakinya menuju rumah Mbah Bejo.
“Oh cucuku.” kata Mbah Bejo, terlihat salah satu giginya yang masih tersisa.
Sesampainya, mereka berdua saling diam. Hening. Sambil menatap langin, juga  menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah mereka.
“Ada apa to mbah.” Salam membuka keheningan.
Mereka saling ngobrol penuh suka ria. Salam merupakan murid kesayangannya. Dia sudah di anggap menjadi cucunya. Mbah Bejo kadang teringat pesan dari alm. Pak Imam, Ayah Salam sebelum meninggal. Saat sebelum meninggal, beliau berpesan untuk mendidik anaknya, yaitu Wahid dan Salam agar anak-anaknya di didik mengaji, agar bisa menjadi anak yang pntar, soleh, berbakti pada kedua orang tua, dan penuh kasih pada sesama. Wahidlah bukti dari didikan Mbah Bejo salah satunya, yang kemudian Wahid mengembangkan ilmunya di pondok pesantren, di luar kota.
Mereka berdua begitu menikmati suasana siang hari dengan semilir angin. Tak terasa waktu hampir memasuki shalat Asar.
“Dah hampir Asar mbah.” kata Salam.
 Sabelum pulang salam di kasih nasehat oleh Mbah Bejo.
“Sebelum pulang. Kakek mau kasih sesuatu, kamu mau nggak?” kata mbah Bejo.
          “Apa mbah?” Salam balik tanya.
          Mbah Bejo senyum, sekarang terlihat pipinya yang kempot menambah pesona. Salam begitu penasaran. Dalam hati ia berpikir akan di beri uang. Memang ada-ada saja Salam.
          Kakek tahu kejadian yang di alami dua hari lalu, dan kejadian itu yang ngasih tahu pun Mbah. Dan Mbah di kasih tau oleh seseorang” katanya.
“Ya Mbah, Salam menyesal, dan tak akan kuulangi lagi.” Salam sambil menundukan kepala.
“Ya nda papa, namanya juga anak-anak.” Mbah bejo memaklumi. “Nah apakah kamu ingin tau orang yang berani lagi baik budi pekertinya?”
          “Ya mbah, mau.” kata Salam.
          “Peliharalah kejujuran. Karena kejujuran itu pangkal keberanian, siapa yang jujur, mereka itulah seorang yang berani. Dan orang yang berbohong adalah orang yang pecundang. Dan kejujuran merupakan sifat yang di anugerahkan pada hamaba-hamba-Nya yang shaleh, seperti Rosulullah SAW.
“Dan ingatlah satu lagi cucuku, tebarkanlah kasih sayang. Sifat inilah yang Allah anugerahkan pula kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh. Dan kasih sayang pula sifat Allah yang pertama di beri tahu kepada para hamba-Nya, yang termaktub dalam kalimat ‘Bismillaahirrah maanirra hiim, dan Asma ul husna-Nya, ‘Ar Rahman’.” mbah Bejo memberi tahu.
          “Iya Mbah,” kata salam masih menundukan kepala. “terima kasih untuk nasehatnya. Akan saya pegang nasehat ini.”
          Salam pun pamit untuk pulang. Merekapun berpisah. Dan alangkah indahnya pertemuan mereka hari ini.







1.      Rinjing : bakul yang bertangkai terbuat dari anyaman bambu dsb.
2.      Balai : bagian depan rumah atau teras rumah.
3.      Sepuh : a. orang yg tertua dalam masyarakat; b. orang yg dituakan atau dijadikan pemimpin karena banyak pengalaman atau wawasan ilmu pengetahuannya.
4.      Risban : kursi panjang terbuat dari kayu untuk bersantai di teras atau di   ruang.

Thursday, June 19, 2014

Uraian Islami (Pernahkah)



Pernahkah
Pernahkah ...
Saat kau duduk santai dan menikmati harimu,
tiba-tiba kamu terpikirkan untuk berbuat baik kepada seseorang?

Itu adalah Allah...
... yang sedang berbicara denganmu dan mengetuk hatimu ...
(lihat QS An Nisa: 114 dan QS Qashash : 77)

Pernahkah ...
Saat kau sedang sedih ... kecewa ... gundah gulana ...
Tetapi tidak ada orang di sekitarmu yang dapat kau jadikan curhan hati?

Itu saatnya di mana Allah ...
Ingin agar kamu berbicara dengan –Nya ...
(lihat QS Yusuf 86)

Pernahkah ...
Kamu tanpa sengaja memikirkan seseorang  yang sudah lama tidak bertemu dan tiba-tiba  orang tersebut ­muncul atau kamu bertemu dengannya atau menerima telpon darinya?
Itulah Kuasa Allah yang sedang menghiburmu. Tidak ada namanya kebetulan.
(lihat QS Ali ‘Imran 190-191)

Pernahkah ...
Kau berada dalam situasi yang buntu semua terasa amat sulit ... begitu tidak menyenangkan ... hambar ... kosong ... bahkan menakutkan ...?
Itulah saat dimana Allah menginginkan kamu di uji, supaya kamu menyadari akan keberadaan-Nya. Karena Dia tahu bahwa kamu mulai melupakan dalam kemenangan ...
(lihat QS Muhammad: 31 dan QS Sajadah: 21)

Sering Allah mendemonstrasikan KASIH SAYANG-NYA dan KUASA-NYA di dalam area ini. Dimana saat manusia merasa dirinya tak mampu. Dan apakah tulisan ini hanya iseng terkirim padamu ...?
TIDAK! Karena semua tidak ada yang kebetulan.
Beberapa menit tenangkanlah dirimu, Rasakan kehadirn-Nya, dengar suara-Nya bahw Dia berkata “Jangan khawatir, AKU disini, dekat sekali bersamamu.”
(lihat QS Qof: 16)

Maka tersenyumlah J
Allah lebih tahu yang terbaik untukmu (God Knows what is the best for you)
Karena Dia lebih mencintaumu dari pada kamu mencintai dirimu sendiri (Because God loves you more than you love yourself).
(QS  Al Baqoroh: 216, dan QS al An’am: 12)
Di ambil dari buku Hidayah Iman

          Sahabatku, betapa mengharukannya renugan itu. Penulis setelah membacanya begitu terenyuh. Sadar akan kesalahan yang begitu banyak. Terkadang kita menyalahkan atau bahkan mengeluh apa yang ada dihadapan kita. Ya, ketika merasa bahagia mungkin kita terlarut didalamnya, sehingga melupakan atas rahmat-Nya. Sedih dan menyesal ketika musibah menimpanya.
 Saat itu kita langsung ingat pada-Nya dan kembali ke jalan-Nya, dan inilah yang lebih baik. Ada yang telah di beri kebahagiaan ia lupa kembali, inilah yang tidak baik. Namun ada yang lebih fatal, ia malah mengeluh, menyalahkan dan tetap lupa pada-Nya.
Sahabatku, penulis punya pengalaman yang menurut pribadi amat mengesnkan. Saat itu saudara saya memiliki anak ayam berjumlah sembilan ekor. Dari kesembilan itu ada seekor yang amat lemah, karena sedang sakit. Dalam batin saya umur anak ayam tak lama lagi, mungkin akan mati dalam waktu  satu, dua atu beberapa hari lagi.
Sebulan kemudian saya lihat tinggal dua ekor. Ternyata yang satunya adalah anak ayam yang saya perkirakan umurnya tidak akan lama lagi. Saya tanya kepada pemiliknya, katanya yang tujuh ekor itu ada yang jatuh kekolam, dan ada yang hilang. Hingga sekarang anak ayam itu sudah tumbuh besar dan sehat pula.  Subhanalloh.
Dari kejadin itu, saya sadar. Bahwa Allah sedang memperlihatkan Kekuasaan-Nya. Betapa rendah nan kecilnya pengetahuan kita dihadapan-Nya. Karenanya kita tak sepatutnya menyombongkan diri dihadapan-Nya. Sebenarnya kita adalah makhluk yang tak bisa apa-apa, tak tahu apa-apa, dan tak punya apa-apa.  Dengan merenung berbagi peristiwa itulah kita akan paham, bahwa Allah selalu membimbing dan mengingatkan kita. Tentunya merenungkan akan keagungan-Nya dong.
          Sahabatku, kurang apakah Allah menuntun kita agar selalu ingat pada-Nya, berada dalam petunjuk kebenaran-Nya. Apakah karena hati kita telah keras, tertutup oleh kegelapan sehingga tak bisa memahami datangnya petunjuk itu. Dengan banyak-banyak merenungkan Keagunggan-Nya, dan selalu mengoreksi diri kita masing-masing, pantas atau tidakkah  kita berbuat sesuatu dihadapan-Nya.
          Jadi sahabatku, mungkin inilah PR untuk kita semua, tak lain untuk penulis juga. Mudah-mudahan kita menyadari atas kesalahan perbuatan kita, dengan kesadaran itu, mudah-mudahan kita selalu dapat menerima petunjuk kebenaran-Nya. Dimudahkan dalam memahami dan mengaplikasikannya dalam amal perbuatan sehari-hari smapai ajal menjemput, sehingga mendapat gelar khusnul khotimah kelak. Amin ya robbal ‘lamin.