Saturday, August 30, 2014
Thursday, July 31, 2014
Nasehat Sang Guru (Cerpen)
Nasehat
sang Guru
“Lam kemarin pagi kemana?” tanya Bu Yanti pada anaknya.
“Sekolah bu.” jawabnya
singkat.
“Jangan bohong pada ibu.” katanya
kembali.
“B, , be, , , bene, , ran.”
Salam tergagap.
“Lagi-lagi jangan diulangi
ya,” kata Bu Yanti dengan tenang. “ibu dah tau kok.”
Tak lama Bu Yanti meninggalkan Salam dengan
membawa rinjing1. Ia akan berjualan tempe keliling desa
seperti bisa. Ia sekarang menjadi tulang punggung keluarganya. Salam masih
tertunduk malu. Dia telah membohongi sang Ibu.
“Maafkan Salam tadi telah membohongi ibu.
Aku tak ingin mengulangi lagi. Kasihannya ibu. Sekali lagi maafkan Salam Bu.
Begitu durhakanya aku.” Katanya dalam hati, menyesali dirinya sendiri.
Bu Yanti memang orangnya lembut, ia tak
pernah memarahi anak-anaknya apabila melakukan kesalahan. Dengan kelembutan
sifat inilah kedekatan dengan sang anak begitu indah dan juga sang anak mungkin
terasa lebih mudah menerima apa yang disampaikan oleh ibunya. Yang diharapkan
Bu Yanti dengan mengajarkan kelembutan pada anak-anaknya agar kelak
anak-anaknya pun memiliki sifat lembut dan penuh kasih terhadap sesama.
Salam adalah anak keduanya. Sang kakak,
Wahid. Sedang kuliah sambil bekerja di luar kota. Wahid kuliah membiayai
sendiri dari hasil bekerjanya. Sang suami telah meninggal dunia lima tahun
lalu.
***
Udara
begitu segar, sang mentari masih malu-malu menampakan dirinya. Kokok ayam
memeriahkan suasana pagi.
Jadwal Salam di hari Minggu ini adalah
bersih-bersih rumah dan membantu ibu membuat tempe. Sesekali ia kekebun untuk
melihat pohon Mahoni yang ditanamnya sendiri. Ketika ia sedang menyapu lantai di balai2 rumanhya,
terdengar suara yang membuatnya agak kaget.
“Rajinnya
cucuku.” kata suara itu. “pagi-pagi udah nyapu.”
Salam memalingkan wajahnya ke sumber suara
itu.
“Oh Mbah Bejo rupanya.” berkata Salam penuh hormat. “ Buat kaget aja
mbah Bejo.”
Ya, Mbah Bejo namanya. Beliau adalah
tetangga dan juga guru ngaji Salam. Beliau memang sesepuh3 di
desanya. Walau sepuh, namun ilmu pengetahuannya amat luas. Sehingga beliau
selalu menjadi rujukan masyarakat
apabila ada masalah-masalah. Beliaupun begitu dihormati. Walau demikian,
beliau masih tetap rendah hati. Beliau tinggal bersama isterinya. Kedua
putranya sudah menjadi uztad, dan mengajar di pondok, di luar kota. Mereka
pulang 6 bulan sekali.
“Memang harus begitu, selagi masih
anak-anak harus rajin. Agar kelak rajinnya bertambah terus. Hehe” kata mbah
Bejo sambil tertawa. “Nanti siang mampir ya Lam. Mbah tunggu di balai rumah
mbah.”
“Oke mbah.” kata Salam sambil mengacungkan
ibu jarinya.
***
“Bu Salam mau kerumah Mbah Bejo. Tadi pagi beliau
menyuruh untuk mampir.” kata salam
“Ya, hati-hati.” singkat Bu Yanti.
Salam keluar rumah, terlihat Mbah Bejo
sudah duduk di risbannya4 sambil ditemani secangkir kopi. Seperti
sahabat aja mereka, Salam membatin sambil melangkahkan kakinya menuju rumah
Mbah Bejo.
“Oh cucuku.” kata Mbah Bejo, terlihat salah
satu giginya yang masih tersisa.
Sesampainya, mereka berdua saling diam.
Hening. Sambil menatap langin, juga
menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah mereka.
“Ada apa to mbah.” Salam membuka
keheningan.
Mereka saling ngobrol penuh suka ria. Salam
merupakan murid kesayangannya. Dia sudah di anggap menjadi cucunya. Mbah Bejo
kadang teringat pesan dari alm. Pak Imam, Ayah Salam sebelum meninggal. Saat
sebelum meninggal, beliau berpesan untuk mendidik anaknya, yaitu Wahid dan
Salam agar anak-anaknya di didik mengaji, agar bisa menjadi anak yang pntar, soleh,
berbakti pada kedua orang tua, dan penuh kasih pada sesama. Wahidlah bukti dari
didikan Mbah Bejo salah satunya, yang kemudian Wahid mengembangkan ilmunya di
pondok pesantren, di luar kota.
Mereka berdua begitu menikmati suasana
siang hari dengan semilir angin. Tak terasa waktu hampir memasuki shalat Asar.
“Dah hampir Asar mbah.” kata Salam.
Sabelum pulang salam di kasih nasehat oleh
Mbah Bejo.
“Sebelum pulang. Kakek mau kasih sesuatu,
kamu mau nggak?” kata mbah Bejo.
“Apa mbah?” Salam balik tanya.
Mbah Bejo senyum, sekarang terlihat
pipinya yang kempot menambah pesona. Salam begitu penasaran. Dalam
hati ia berpikir akan di beri uang. Memang ada-ada saja Salam.
“Kakek tahu kejadian yang di alami dua hari
lalu, dan kejadian itu yang ngasih tahu pun Mbah. Dan Mbah di kasih tau oleh
seseorang” katanya.
“Ya Mbah, Salam menyesal, dan tak akan kuulangi
lagi.” Salam sambil menundukan kepala.
“Ya nda papa, namanya juga
anak-anak.” Mbah bejo memaklumi. “Nah apakah kamu ingin tau orang yang berani
lagi baik budi pekertinya?”
“Ya mbah, mau.” kata Salam.
“Peliharalah kejujuran.
Karena kejujuran itu pangkal keberanian, siapa yang jujur, mereka itulah
seorang yang berani. Dan orang yang berbohong adalah orang yang pecundang. Dan kejujuran
merupakan sifat yang di anugerahkan pada hamaba-hamba-Nya yang shaleh, seperti
Rosulullah SAW.
“Dan ingatlah satu lagi cucuku, tebarkanlah
kasih sayang. Sifat inilah yang Allah anugerahkan pula kepada hamba-hamba-Nya
yang shaleh. Dan kasih sayang pula sifat Allah yang pertama di beri tahu kepada
para hamba-Nya, yang termaktub dalam kalimat ‘Bismillaahirrah maanirra hiim,
dan Asma ul husna-Nya, ‘Ar Rahman’.” mbah Bejo memberi tahu.
“Iya Mbah,” kata salam masih
menundukan kepala. “terima kasih untuk nasehatnya. Akan saya pegang nasehat
ini.”
Salam pun pamit untuk
pulang. Merekapun berpisah. Dan alangkah indahnya pertemuan mereka hari ini.
1. Rinjing : bakul yang bertangkai terbuat
dari anyaman bambu dsb.
2. Balai : bagian depan rumah atau teras
rumah.
3. Sepuh : a. orang yg tertua dalam
masyarakat; b. orang yg dituakan atau dijadikan pemimpin karena banyak
pengalaman atau wawasan ilmu pengetahuannya.
4. Risban : kursi panjang terbuat dari
kayu untuk bersantai di teras atau di
ruang.
Thursday, June 19, 2014
Uraian Islami (Pernahkah)
Pernahkah
Pernahkah
...
Saat
kau duduk santai dan menikmati harimu,
tiba-tiba
kamu terpikirkan untuk berbuat baik kepada seseorang?
Itu adalah
Allah...
...
yang sedang berbicara denganmu dan mengetuk hatimu ...
(lihat
QS An Nisa: 114 dan QS Qashash : 77)
Pernahkah
...
Saat
kau sedang sedih ... kecewa ... gundah gulana ...
Tetapi
tidak ada orang di sekitarmu yang dapat kau jadikan curhan hati?
Itu saatnya
di mana Allah ...
Ingin
agar kamu berbicara dengan –Nya ...
(lihat QS
Yusuf 86)
Pernahkah
...
Kamu tanpa
sengaja memikirkan seseorang yang sudah
lama tidak bertemu dan tiba-tiba orang
tersebut muncul atau kamu bertemu dengannya atau menerima telpon darinya?
Itulah
Kuasa Allah yang sedang menghiburmu. Tidak ada namanya kebetulan.
(lihat QS
Ali ‘Imran 190-191)
Pernahkah
...
Kau
berada dalam situasi yang buntu semua terasa amat sulit ... begitu tidak
menyenangkan ... hambar ... kosong ... bahkan menakutkan ...?
Itulah
saat dimana Allah menginginkan kamu di uji, supaya kamu menyadari akan
keberadaan-Nya. Karena Dia tahu bahwa kamu mulai melupakan dalam kemenangan ...
(lihat
QS Muhammad: 31 dan QS Sajadah: 21)
Sering
Allah mendemonstrasikan KASIH SAYANG-NYA dan KUASA-NYA di dalam area ini.
Dimana saat manusia merasa dirinya tak mampu. Dan apakah tulisan ini hanya
iseng terkirim padamu ...?
TIDAK!
Karena semua tidak ada yang kebetulan.
Beberapa
menit tenangkanlah dirimu, Rasakan kehadirn-Nya, dengar suara-Nya bahw Dia
berkata “Jangan khawatir, AKU disini, dekat sekali bersamamu.”
(lihat
QS Qof: 16)
Maka tersenyumlah
J
Allah
lebih tahu yang terbaik untukmu (God Knows what is the best for you)
Karena
Dia lebih mencintaumu dari pada kamu mencintai dirimu sendiri (Because God
loves you more than you love yourself).
(QS Al Baqoroh: 216, dan QS al An’am: 12)
Di
ambil dari buku
Hidayah Iman
Sahabatku, betapa mengharukannya
renugan itu. Penulis setelah membacanya begitu terenyuh. Sadar akan kesalahan
yang begitu banyak. Terkadang kita menyalahkan atau bahkan mengeluh apa yang
ada dihadapan kita. Ya, ketika merasa bahagia mungkin kita terlarut didalamnya,
sehingga melupakan atas rahmat-Nya. Sedih dan menyesal ketika musibah
menimpanya.
Saat itu kita langsung
ingat pada-Nya dan kembali ke jalan-Nya, dan inilah yang lebih baik. Ada yang
telah di beri kebahagiaan ia lupa kembali, inilah yang tidak baik. Namun ada
yang lebih fatal, ia malah mengeluh, menyalahkan dan tetap lupa pada-Nya.
Sahabatku, penulis punya pengalaman yang menurut pribadi amat
mengesnkan. Saat itu saudara saya memiliki anak ayam berjumlah sembilan ekor.
Dari kesembilan itu ada seekor yang amat lemah, karena sedang sakit. Dalam
batin saya umur anak ayam tak lama lagi, mungkin akan mati dalam waktu satu, dua atu beberapa hari lagi.
Sebulan kemudian saya lihat tinggal dua ekor. Ternyata yang
satunya adalah anak ayam yang saya perkirakan umurnya tidak akan lama lagi.
Saya tanya kepada pemiliknya, katanya yang tujuh ekor itu ada yang jatuh
kekolam, dan ada yang hilang. Hingga sekarang anak ayam itu sudah tumbuh besar
dan sehat pula. Subhanalloh.
Dari kejadin itu, saya sadar. Bahwa Allah sedang memperlihatkan
Kekuasaan-Nya. Betapa rendah nan kecilnya pengetahuan kita dihadapan-Nya.
Karenanya kita tak sepatutnya menyombongkan diri dihadapan-Nya. Sebenarnya kita
adalah makhluk yang tak bisa apa-apa, tak tahu apa-apa, dan tak punya
apa-apa. Dengan merenung berbagi
peristiwa itulah kita akan paham, bahwa Allah selalu membimbing dan
mengingatkan kita. Tentunya merenungkan akan keagungan-Nya dong.
Sahabatku, kurang apakah Allah menuntun
kita agar selalu ingat pada-Nya, berada dalam petunjuk kebenaran-Nya. Apakah
karena hati kita telah keras, tertutup oleh kegelapan sehingga tak bisa memahami
datangnya petunjuk itu. Dengan banyak-banyak merenungkan Keagunggan-Nya, dan
selalu mengoreksi diri kita masing-masing, pantas atau tidakkah kita berbuat sesuatu dihadapan-Nya.
Jadi sahabatku, mungkin inilah PR
untuk kita semua, tak lain untuk penulis juga. Mudah-mudahan kita menyadari
atas kesalahan perbuatan kita, dengan kesadaran itu, mudah-mudahan kita selalu
dapat menerima petunjuk kebenaran-Nya. Dimudahkan dalam memahami dan
mengaplikasikannya dalam amal perbuatan sehari-hari smapai ajal menjemput,
sehingga mendapat gelar khusnul khotimah kelak. Amin ya robbal ‘lamin.
Monday, May 19, 2014
Berjemur (Cerpen)
Berjemur
Hari Minggu yang menyenangkan. Keempat anak,
Irwan, Catur, Dian, dan Nuning yang sedang berjalan menuju rumah Neli. Mereka membawa ransel semua.
Apakah yang akan mereka lakukan?
Sesampainya, Dian langsung berteriak memanggilnya
dari depan teras rumah.
“Neli!” teriaknya dengan keras. “Main yuk!”
“Di rumah gak dia?” tanya Irwan pada
Dian.
“Pasti di rumah.” jawab Dian sambil
melihat-lihat halaman rumah. “Dia gak pernah main, kecuali kita yang ngajak,
diakan anaknya sibuk. Untung mau kalau kita yang ngajaknya main, ya asal gak
setiap hari.”
Kreek, kreek, suara kunci rumah
berbunyi.
“Pada mau kemana kalian,” kata Neli
heran. “kok bawa ransel segala, kan libur sekolahnya.”
“Ikut yuk,” ajak Catur. “ kita main ke
pantai.”
“Boleh. Cuma berlima?” katanya
Dian mengangguk. Di ikuti ketiga temannya.
“Tunggu, saya siap-siap dulu.”
Neli masuk kedalam. Sambil menunggu, Dian dan yang lainnya
mengamati halaman rumah Neli dari teras rumah yang terlihat begitu bersih dan
sejuk.
“Nyaman.” kata Irwan.
“Setuju Wan.” Nuning sependapat.
Setelah menunggu agak lama Nelipun
keluar. Seperti temannya, ia membawa ransel, dengan memakai topi dikepalanya.
“Biar gak kepanasan.” Kata Neli sambil
memegang pucuk topinya. “Ayo berangkat.”
Saat mereka akan pergi tiba-tiba
terdengar suara memanggil.
“Neli!” teriak suara itu. “Mau kemana
kamu?”
Ternyata yang datang kakek Neli. Dia
sudah cukup tua, sekitar 75 tahun umurnya. Ia begitu sayang pada Neli. Kalau
Neli akan pergi pasti di tanya olehnya.
“Kami mau ke pantai kek.” Kata Neli
dengan senyum. Neli pun tau bahwa sang kakek begitu sayang padanya, dan ia
selalu berusaha agar sang kakek selalu senyum bahagia.
“Oh, kakek boleh ikut?” tanyanya
“Tidak boleh kek.” jawab Neli. “Kami
mau berjemur.”
“Ya, kakek juga mau berjemur” katanya.
“Gak usah, kakek kan rambutnya sudah
putih, kulitnya kriput, kalau di jemur bisa meleleh.” kata Neli dengan senyum
manisnya. Sang kakek tertawa mendengar penuturan cucunya. Teman-teman Neli pun
ikut tertawa.
“Baiklah, tapi kakek mau nitip
sesuatu.” katanya.
“Boleh kek.” kata Irwan dan Catur
serempak.
“Dengan senang hati kek.” kata Nuning.
Si Kakekpun masuk. Neli dan
teman-temnnya saling bercanda, mereka juga
menunggu apa yang akan dititipkan si kakek. Tak lama si kakek keluar
dengan membawa ember.
“Ini Nel, titipan kakek.” katanya
dengan senyum penuh simpul.
“Untuk apa ini kek, kami sudah membawa
perlengkapanya.” kata Neli.
“Ini baju kakek yang habis di cuci,
kalian kan mau berjemur, jadi kakek nitip ini untuk di jemur juga.” kata si
kakek menjelaskan.
Mereka pun tertawa terbahak-bahak. Si
kakek tak tahu maksud dari berjemurnya
Neli dan teman-temannya.
Subscribe to:
Posts (Atom)