Air Sumur
Hari begitu panas, bola api itu seolah berada sejengkal di atas
kepala. Kala itu seorang pemuda sedang berjalan dengan peluh keringat. Bola
matanya sedikit terpejam, melindungi silaunya cahaya. Sampainya ia mengucapkan
salam.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam.” jawab Pak Tua.
“Gerangan apakah yang mengantarkanmu kesini Nak?”
Ya, ialah Si Pemuda. Dengan terik yang
amat panas, ia rela mengunjunginya. Ia begitu sayang pada Pak Tua.
“Sebuah pertanyaan.” katanya dengan
lembut.
Pak Tua menganggukan kepala.
“Ilmu yang bermanfaat.” kata Si Pemuda
lirih.
Mereka berdua diam. Hening cukup lama.
“Sumur Nak.” kata Pak Tua sambil
memandang Si Pemuda.
Si Pemuda mengerutkan keningnya, apa
maksud ucapan Pak Tua itu. Sumur. Suasana pun hening kembali. Mereka menatap
langit biru yang di hiasi awan. Indah menyejukan mata. Tepat dimana bola api
raksasa sedang terhalang awan.
“Air sumur selalu digunakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Apa air sumur itu kering walau sudah
digunakan Nak?”
Si Pemuda tersenyum, ia mulai
menangkap pembicaraan Pak Tua.
“Itulah ilmu yang bermanfaat Nak.” Pak
Tua menjelaskan “Semaikn kita berbagi dalam kebaikan, maka kebaikanmu itu akan
memancar kembali. Seperti air sumur, apalila telah di ambil, maka dari dasar sumurpun
memancarkan air kembali. Bayangkan jika air sumur itu tidak digunakan, pasti
airnya menjadi tak baik untuk di konsumsi. Keruh, bau dan mungkin beracun.
“Nah begitulah Nak, ilmu apa yang kau
dapat, amalkan, sebarkan, sehingga akan seperti air sumur itu, airnya akan
tetap segar, sehat, dan bermanfaat pula. Denganya engkau akan mendapat gelar
yang disabdakan kekesih kita, nabi Muhammad Saw.. sebaik-baik manusia adalah
yang bermanfaat bagi orang lain. Tapi harus ikhlas.
Si Pemuda mangguk-mangguk. Mereka pun
saling senyum. Kebahagianaan terpancar pada wajah mereka.
“Bagaimana caranya agar dapat bermanfaat sumur itu Mbah?” tanya
Si Pemuda.
“Pertanyaan yang sangat bagus.” Sanggah Pak Tua dengan senyum
melebar. “Menurutmu bagaimana Nak?”
Si Pemuda merunduk, diam-diam sambil memikirkanya. Cukup lama
mereka diam, suasana pun hening. Si Pemuda mengankat wajahnya, memandang Pak
Tua.
Pak Tua tau, ya pandangan NOL. Tersenyumlah mereka.
“Kau buat dua sumur. Satu di tempat yang jarang dikunjungi
manusia, satunya di tempat yang sering dikunjungi manusia. Bagaimana menurutmu
Nak?”
Si Pemuda menganggukan kepala, ia paham.
“Nah jika engkau ingin, buatlah sumur di tempat yang sering di
kunjungi manusia, namun jangan asal tempat yang sering dikunjungi, tapi tempat
yang sering dikunjungi plus dibutuhkan.
“Singkat kata, kau harus bermasyarakat, agar engkau tau dimana
engkau akan menggali sumur itu. Maksudnya agar engkau tahu mana yang
membutuhkan bantuanmu. Jika demikian, pengertianmu akan mengatur dirimu,
sehingga kau akan tau diri. Nah akhirnya bergunalah ilmumu Nak. Begitulah
kira-kira. Hehee. . .”
Jazakallohu hoir.