Pak Beni
Pagi yang cerah, kehangatan sang
mentari yang terbit dari ufuk timur, dengan hembusan angin lembut menerpa
dedaunan penuh embun. Merdunya kicauan burung-burung di ranting-ranting pohon,
penuh kegembiraan.
Di sebrang jalan Ardi yang telah lari
pagi menyapa Pak Beni yang sedang duduk di depan teras depan rumahnya.
“Assalamu’alaikum Pak Ben.”
“Wa’alaikumsalam warohmatulloh
wabarokatu de Ardi.” dengan melambaikan tagannya “Sini mampir de Ardi.”
“Iya Pak.”
Ardi pun mampir ke rumah Pak Beni, dan
duduk bersama.
“ Tika buatin teh satu lagi buat de
Ardi.”
“Ya yah.”
Tak lama kemudian Tika mengantarkan
teh hangat untuk Ardi. Mereka bertiga duduk bersama, sambil ngobrol ini-itu. Kemudian
Pak Beni bertanya kepada Ardi.
“De Ardi pernah melihat preman gak?”
Dengan senyum manisnya Ardi menjawab.
“Pernah lah Pak, tapi di film-film.”
Pak Beni dan putrinya Tika tertawa. Tika
menyahutntnya.
“Ardi lah ada-ada aja,”
“Ini Pak Beni mau cerita kepada kalian
tentang masa muda Bapak.”
Kemudian Pak Beni pun mulai becerita
tentang hidup pada masa mudanya yang
telah menjadi pengalaman hidup yang selalu teringat dalam otaknya.
“Ketika Bapak serumur kalian, di SMA
Bapak adalah anak yang paling nakal di kelas, bahkan paling ditakuti di
sekolahan. Setiap hari meminta uang kepada teman, kalau tidak di beri maka akan
di hajar.”
Ardi menyahut.
“Wow, terus gimana?”
“Pernah tidak ada yang memberinya,” lanjut
Pak Beni “bapak hajar dia bersama sahabat bapak, tapi sekarang dia telah pergi
kemana bapak nggak tahu.”
Ardi penasaran kepada teman Pak Beni,
dan bertanya.
“Sahabat bapak ketika sekolah namanya
siapa?”
“Ya dia sahabat bapak dari SMP,
namanya Yanto.” sambil memandang Ardi “Setelah tamat SMA bepak dan Yanto
menjadi preman di pasar. Ya seperti di film-film itu, tugas bapak menjaga pasar
dari preman lain, dan bapak meminta uang kepada mereka setiap satu minggu
sekali. Bapak sering berantem dengan preman manapun, bahkan pernah di
kejar-kejar polisi karena membunuh preman yang berantem dengan bapak, dan bapak
lolos dari kejaran polisi. Namun sayang teman bapak si Yanto tertangkap.”
Ardi
semakin penasaran terhadap pengalaman Pak Beni, dan menanyakan tentang teman Pak
Beni.
“Terus gimana Pak Ben ketika Si Yanto
tertangkap?”
Tika menyahut pertanyaan Ardi sambil
tertawa
“Terus bersambung.”
“Sedih sekali, karena dialah teman
yang selalu dengan bapak. Saat itu bapak bingung, namun ada teman bapak yang
mengibur, dia juga preman pasar bersama bapak.”
Pak Beni minum, dan menyuruh Ardi
tehnya juga di minum dulu. Kemudian pak Beni meneruskan ceritanya.
“Tapi dengan berlalunya waktu, bapak
sudah tidak sedih lagi. Pada saat itu bapak menguasai lima pasar di Jakarta.
Satu tahun berlalu, Alhamdulillah pintu hati bapak terbuka untuk menrima hidayah dari Allah Swt. Ketika bapak mendatangi
masjid dekat pasar bapak mau mencuri sandal. Namun tak bapak sangka, sandal
yang di curi adalah sandal milik perempuan yang sangat cantik dan solehah, dia
adalah ibu kamu,” sambil memandang anaknya. ” Tika.”
Tika tersenyum mendengarnya
“Wah so sweet, sungguh aku beruntung
memiliki ibu yang cantik nan solehah, yang merubah ayahku menjadi orang yang
baik, dan bertobat kepada-Nya sehingga menjadi orang yang bertanggung jawab
seperti sekarang ini.”
Ardi
menyahutnya dengan pura-pura batuk.
“Biasa aja lah Tik.”
Pak Beni meneruskan ceritanya kembali.
“Bapak pun langsung kenalan, namun dia
malah tidak mau. Tapi bapak tidak pernah menyerah,hingga setahun ia baru mau
berkenalan, dia menyuruh bapak agar bertaubat dan menjadi orang baik selamanya,
bapak pun menurutinya. Pada saat itulah bapak meneteskan air mata, teringat
dosa-dosa bapak yang sangat benyak, dan berjanji jangan sampai mengulanginya
kembali perbuatan itu. Setengah tahun kemudian bapak melamarnya dan
Alhamdulillah di terima, dan hingga sekarang masih tetap bersama” dengan senyum
indahnya, Pak Beni meneruskannya “Itulah pengalaman bapak ketika masa muda.”
Ardi kagum kepada perjalanan masa muda
pak Beni.
“Subhanalloh, sungguh luar biasa.”
“De Ardi bapak ingat firman Allah : “Dan
sesungguhnya Allah akan memberi petunjuk kepada siapa yang di kehendaki-Nya.” Bapak
sangat bersyukur sekali bisa meninggalkan perbuatan buruk itu.”
“Iya betul tu pak Ben.”
“Jadi untuk de Ardi jangan sampai masa
mudanya jangan di sia-siakan. Teruslah raih impian kamu. Oke.”
Dengan senyum Ardi membalasnya.
“Iya pak Ben, Insya Alloh.”
Tika menyindir Ardi dengan lembut.
“Iya tu Ar, jangan main terus.”
Mentari pun semakin tinggi, angin
mulai datang dan mengoyangkan dedaunan dengan lembutnya, embun di daunan mulai
kering. Udara yang sejuk berubah menjadi lebih panas. Ardi pun berpamitan
dengan pak Beni.
“Pak Beni saya pulang dulu ya.”
“Oh ya de Ardi, hati-hati di jalan,
jangan lupa mampir kesini lagi.”
“Oke pak Ben. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam.”